pencarian

Jumat, 06 Juli 2012

Materi menulis cerpen


HAKIKAT MENULIS
Menulis cerpen merupakan cara menulis yang paling selektif dan ekonomis. Cerita dalam cerpen sangat kompak, tidak ada bagiannya yang hanya berfungsi sebagai embel-embel. Tiap bagiannya, tiap kalimatnya, tiap katanya, tiap tanda bacanya, tidak ada bagian yang sia-sia, semuanya memberi saham yang penting untuk menggerakkan jalan cerita, atau mengungkapkan watak tokoh, atau melukiskan suasana. Tidak ada bagian yang ompong, tidak ada bagian yang berlebihan (Diponegoro 1994:6).
Trianto (dalam Kholifah 2006:19) menyebutkan bahwa tulisan yang bersifat kreatif merupakan tulisan yang bersifat apresiatif dan ekspresif. Apresiatif maksudnya melalui kegiatan menulis kreatif orang dapat mengenali, menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya orang lain dengan caranya sendiri dan memanfaatkan berbagai hal tersebut ke dalam kehidupan nyata.
TUJUAN MENULIS CỂRPEN
Hartig (dalam Tarigan 1982:24) menyebutkan tujuan menulis sebagai berikut:
1. Assignment purpose (tujuan penugasan)
Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauannya sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku).
2. Altruistik purpose (tujuan altruistik).
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
3. Persuasive purpose (tujuan persuasif).
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
4. Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.

5. Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri).
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca.
6. Creative purpose (tujuan kreatif).
Tujuan ini erat hubungannya dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi ”keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
7. Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah).
Dalam tulisan seperti ini sang penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Sang penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
Jabrohim (2003:71) menyebutkan bahwa tujuan yang dicapai kegiatan pengembangan menulis kreatif, yakni yang bersifat apresiatif dan yang bersifat ekspresif. Apresiatif maksudnya bahwa melalui kegiatan penulisan kreatif orang dapat mengenal, menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya orang lain dengan caranya sendiri. Ekspresif dalam arti bahwa kita dimungkinkan  mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal yang menggejala dalam diri kita untuk dikomunikasikan kepada orang lain.

PENGERTIAN CỂRPEN
Suharianto (1982:39) menyatakan bahwa cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikit tokoh yang terdapat di dalam cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra tersebut.Selanjutnya Suharianto (1982:39) juga menambahkan bahwa ”cerita pendek adalah wadah yang biasanya dipakai oleh pengarang untuk menyuguhkan  sebagian kecil saja dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang”Jakob Sumardjo dan Saini K.M juga menyatakan bahwa cerpen adalah  cerita atau narasi (bukan analisis) yang fiktif (tidak benar-benar telah terjadi tetapi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja) serta relatif pendek.
Cerpen bukan penuturan kejadian yang  pernah terjadi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tetapi murni ciptaan saja, direka oleh pengarangnya. Ciri dasar yang ketiga adalah sifat naratif atau penceritaan  (Sumardjo 1986:36-37).
UNSUR PEMBANGUN CỂRPEN
1.      Alur atau Plot
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya  adalah”rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita”(Aminuddin 1987:83).Menurut Suharianto (1987:28) alur atau plot yakni cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh”Selanjutnya Suharianto (1982:28) menyebutkan bahwa alur atau plot terdiri atas lima bagian, yaitu (1) pemaparan atau pendahuluan, yakni bagian cerita tempat pengarang mulai melukiskan suatu keadaan yang merupakan awal  cerita, (2) penggawatan, yaitu bagian yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita mulai bergerak. Mulai bagian ini secara bertahap terasakan adanya konflik dalam cerita tersebut. Konflik itu dapat terjadi antara tokoh dan tokoh, antara tokoh dan masyarakat sekitar, atau antara tokoh dan nuraninya sendiri, (3) penanjakan, yaitu bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik seperti yang disebutkan di atas mulai memuncak, (4) puncak atau klimaks yaitu bagian yang melukiskan peristiwa mencapai puncaknya (5) peleraian yaitu bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa yang telah terjadi dalam cerita atau bagian.
2.      Tokoh dan Penokohan
1.      Tokoh
menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro1994:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif. Atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita atau perlakuan dalam cerita (Sudjiman dalam Faozan 2002:20).

2.      Penokohan
Menurut Aminuddin (1987:79) penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku. Suharianto (1982:31) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan penokohan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-istiadatnya, dan sebagainya. Watak adalah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakan dengan tokoh lain.
3.      Latar atau Setting
Latar atau setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita (Wiyanto 2005:82). Selanjutnya Nurgiyantoro (2005:217) menyebutkan bahwa latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas
Wiyanto (2005:82) menyebutkan bahwa latar atau setting mencakupi tiga hal, yaitu setting tempat, setting waktu, dan setting suasana.
1) Setting Tempat
Setting tempat adalah tempat peristiwa itu terjadi. Sebuah peristiwa bisa terjadi di halaman rumah, di ruang tamu, atau di kamar belajar.
2) Setting Waktu
Setting waktu adalah kapan peristiwa itu terjadi. Sebuah peristiwa bisa saja terjadi pada masa sepuluh tahun yang lalu, zaman Majapahit, zaman revolusi fisik, atau zaman sekarang.
3) Setting Suasana
Peristiwa itu terjadi dalam suasana apa? Suasana ada dua macam, yaitu suasana batin, dan suasana lahir. Yang termasuk suasana batin, yaitu perasaan bahagia, sedih, tegang, cemas, marah, dan sebagainya yang dialami oleh pelaku.

4.      Sudut Pandang atau Point of View
Yang dimaksud titik pandang atau point of view adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan (Aminuddin 1987:90). Sudut pandang atau titik kisah ( point of view) adalah posisi pencerita (pengarang) terhadap kisah yang diceritakan (Wiyanto 2005:83). Point of view pada dasarnya adalah visi pengarang artinya sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita (Sumardjo 1986:82). Selain itu Nurgiyantoro (2005:248) juga menyebutkan bahwa sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, dan siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Ada beberapa jenis pusat pengisahan (point of view). Menurut Suharianto (1982:36) jenis pusat pengisahan, yaitu (1) pengarang sebagai pelaku utama cerita. Tokoh yang akan menyebutkan dirinya sebagai “aku”, (2) pengarang ikut main, tetapi bukan sebagai pelaku utama, (3) pengarang serba hadir. Dalam hal ini pengarang tidak berperan sebagai apa-apa. Pelaku utama cerita tersebut orang lain; dapat “dia” atau kadang-kadang disebut namanya tetapi pengarang serba tahu apa yang akan dilakukan atau bahkan apa yang ada dalam pikiran pelaku cerita, (4) pengarang peninjau, dalam pusat pengisahan ini pengarang seakan-akan tidak tahu apa yang akan dilakukan pelaku cerita atau yang ada dalam pikirannya. Pengarang sepenuhnya hanya mengatakan/menceritakan apa yang dilihatnya.
Dari beberapa pendapat dapat peneliti simpulkan bahwa sudut pandangatau point of view adalah cara memandang yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan latar, dan sebagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah cerita kepada pembaca
5.      Gaya
 Pengertian gaya dikemukakan oleh beberapa pengarang seperti yang tersebut berikut; ”gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa untuk menghasilkan karya sastra”(Wiyanto 2005:84). Aminuddin (1987:72) mengemukakan bahwa gaya bahasa mengandung pengertian cara pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan
suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Selanjutnya Sumardjo (1986:92) mengemukakan gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya dalam sebuah cerpen, itulah gaya seorang pengarang. Dengan kata lain gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Dan sebagai pribadi, ia berada secara khas di dunia ini. Ia tak bisa lain dari dirinya.
6.      Tema
Tema adalah ide cerita (Sumardjo 1986:56). Selanjutnya Suharianto (1982:28) mengatakan bahwa tema sering disebut juga dasar cerita; yakni pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra.
Menurut Aminuddin (1987:91) tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Selanjutnya Wiyanto (2005: 78) menyatakan bahwa tema adalah pokok yang mendasari cerita.
7.      Amanat

Menurut Suharianto (1982:70) ”amanat ialah nilai-nilai yang ada dalam cerita”. Menurut Suharianto (1982:71) ”amanat dapat disampaikan dengan cara tersirat dan tersurat”. Tersirat artinya pengarang tidak menyampaikan langsung melalui kalimat-kalimat, tetapi melalui jalan nasib atau penghidupan pelakunya, sedangkan eksplisit atau tersurat berarti pengarang menyampaikan langsung pada pembaca melalui kalimat, baik itu berbentuk keterangan pengarangnya atau dialog pelaku.
DEFINISI MEDIA
Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran (Djamarah dan Zain 2002:137).Media pengajaran dapat
mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai (Sudjana dan Rivai 2001: 2)
Suharto dalam Wardah (2005:37) mengungkapkan bahwa lagu adalah sarana informasi dan edukasi bagi negara dan bagi masyarakat. Sebagai sarana informasi yaitu lagu sebagai sarana penyampaian ungkapan hati atau ungkapan perasaan seorang penyair kepada pendengar. Sebagai sarana edukasi lagu dapat digunakan sebagai media dalam pembelajaran di sekolah karena lagu merupakan salah satu bentuk karya seni
Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala yang menjadi pusat peneliti untuk diteliti yang menjadi atribut dari sekelompok objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu (Sugiyono 2003:21).






DAFTAR PUSTAKA


Aminuddin. 1987.  Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Arikunto, Suharsimi. 2004. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta
Darsono, Max 2001. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Grasindo 
Diknas 2005. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Diknas 
Diponegoro, Mohammad. 1994.  Yuk, Nulis Cerpen Yuk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Djamarah, Syaiful Bahri. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Erlangga 
Endraswara, Suwardi. 2003.  Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra.Yogyakarta: Kota Kembang
Faozan. 2002. Peningkatan Pemahaman Tema dan Amanat Cerita Pendek dengan Metode Pemberian Tugas Rumah  Siswa Kelas II Madrasah Aliyah
Hidayatul Murtadi’in Kabupaten  Demak Tahun Pelajaran 2001-2002. Skripsi: Universitas Negeri Semarang
Gie, The Liang. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta:ANDI
Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 
Kholifah, Ummi. Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Berbasis Pengalaman Pribadi Melalui Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan Pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 11 Semarang. Skripsi: Universitas Negeri Semarang
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algensindo

Nurgiantoro, Burhan. 1994.  Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986.  Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia 
Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC Syamsu, Maopa. 1994.  Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan  Kebudayaan
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa 
Titik, dkk. 2003. Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta: PUSBUK
Wardah, Hilma. 2005. Wacana Lirik Lagu Aksi Pergerakan Mahasiswa Kajian Diksi, Makna dan Fungsi. Skripsi: UNNES